QRIS vs Hegemoni Dolar AS: Ancaman Baru bagi Dominasi Finansial Amerika di Era Digital

Notification

×

QRIS vs Hegemoni Dolar AS: Ancaman Baru bagi Dominasi Finansial Amerika di Era Digital

17/05/2025 | Mei 17, 2025 WIB Last Updated 2025-05-17T15:57:01Z

Fintech,QRIS,Gerbang Pembayaran Nasional (GPN),Hegemoni Dolar AS, Dominasi Finansial AS, Ancaman, Era Digital,Ekonomi Digital,Visa,Mastercard,DuitNow,SGQR,PromptPay

Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) sebagai sistem pembayaran digital nasional Indonesia memang memicu kekhawatiran dari pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat (AS). 


Berdasarkan laporan Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) dalam National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025, AS menganggap QRIS dan kebijakan terkait seperti Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) menghambat kepentingan perusahaan pembayaran AS seperti Visa dan Mastercard.


QRIS:  Simbol Kedaulatan Digital Indonesia

QRIS, diluncurkan oleh Bank Indonesia pada 2019, awalnya bertujuan menyatukan standar pembayaran QR code di dalam negeri.  


Namun, inisiatif tersebut berkembang menjadi fondasi kedaulatan ekonomi digital Indonesia.  Berikut faktanya:

  • Inklusi Keuangan:  74% merchant QRIS adalah UMKM dan sektor informal, yang sebelumnya kesulitan mengakses sistem pembayaran non-tunai.
  • Biaya Rendah:  Biaya transaksi QRIS hanya 0,3–0,7%, jauh lebih murah dibandingkan Visa/Mastercard (1,5–3,5%).

Kebijakan ini mengurangi ketergantungan pada infrastruktur asing, sekaligus memastikan data transaksi tetap dalam kendali domestik.


Mengapa QRIS Mengancam Hegemoni Dolar AS?

Dominasi dolar AS dalam transaksi global telah menjadi pilar kekuatan ekonomi Amerika selama puluhan tahun. Namun, QRIS dan inisiatif sejenis di Asia Tenggara mulai menggeser paradigma ini.


Reduksi Peran Dolar

Proyek Nexus dan Local Currency Transaction (LCT) ASEAN memungkinkan transaksi lintas batas menggunakan mata uang lokal, menghindari konversi ke dolar AS.  Contohnya, pedagang di Yogyakarta bisa membayar supplier di Bangkok langsung dengan rupiah atau baht.


Erosi Pasar Visa/Mastercard

QRIS menggantikan peran kartu kredit/debit asing di transaksi domestik.  Data Bank Indonesia menunjukkan penurunan 11,4% penggunaan kartu ATM/debit pada 2024, sementara transaksi QRIS melonjak 436%.


Kontrol Data Transaksi

Sebelum QRIS, 2–3% fee transaksi non-tunai mengalir ke Visa/Mastercard.  Kini, 90% fee tersebut dipertahankan dalam ekosistem nasional.


Amerika Serikat kehilangan "hak istimewa" sebagai penjaga gerbang transaksi global, termasuk kemampuan memantau aliran uang dan menerapkan sanksi finansial.


Respons Amerika Serikat terhadap Kritik dan Tekanan Diplomatik

Pemerintah AS, melalui United States Trade Representative (USTR), mengkritik QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) sebagai hambatan perdagangan.  Poin utamanya adalah:

  • AS menuduh kebijakan QRIS membatasi akses perusahaan fintech AS seperti Visa/Mastercard ke pasar Indonesia.
  • Aturan GPN membatasi kepemilikan asing di sektor pembayaran hingga 20%, dianggap menghambat investasi.
  • AS mengklaim tidak dilibatkan dalam perumusan standar QRIS, sehingga sistem dianggap tidak kompatibel dengan infrastruktur global.

Kritik ini dinilai banyak ahli sebagai bentuk "pressure ekonomi" untuk melindungi kepentingan korporasi AS, bukan masalah teknis.


Strategi Indonesia: Diplomasi Digital dan Kolaborasi Regional

Indonesia menanggapi kritik AS dengan tegas tetapi terbuka:

  • Komitmen pada Kedaulatan:  Bank Indonesia menegaskan QRIS dirancang untuk kepentingan nasional, termasuk keamanan data dan inklusi keuangan.
  • Ekspansi Regional:  QRIS telah terhubung dengan sistem pembayaran Malaysia (DuitNow), Singapura (SGQR), dan Thailand (PromptPay).
  • Dialog Global: Indonesia terbuka berkolaborasi dengan AS asalkan mematuhi regulasi lokal, seperti kemitraan dengan penyedia layanan domestik.


Langkah tersebut sejalan dengan tren global di mana negara-negara berkembang seperti China (digital RMB) dan India Unified Payments Interface (UPI) juga memperkuat sistem pembayaran mandiri.


Peluang dan Tantangan Masa Depan QRIS

QRIS bukan hanya ancaman bagi Amerika Serikat, tetapi juga peluang untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih adil:

  • ASEAN berpotensi mengurangi ketergantungan pada dolar AS (Dedolarisasi) hingga 30% dalam transaksi regional jika QRIS diadopsi secara luas.
  • Pengembangan fitur QRIS Tap berbasis NFC (2025) mempercepat adopsi cashless dan kompetisi dengan sistem konvensional.
  • Tekanan AS mungkin meningkat, termasuk ancaman tarif impor atau pembatasan akses pasar global.


QRIS adalah bukti bahwa inovasi digital lokal mampu mengganggu hegemoni finansial global. Meski menghadapi kritik, Indonesia berhasil membangun sistem pembayaran yang inklusif, efisien, dan berdaulat. 


Tantangan ke depan adalah menjaga keseimbangan antara kolaborasi internasional dan perlindungan kepentingan nasional. 


Jika dikelola dengan baik, QRIS tidak hanya menguntungkan Indonesia, tetapi juga dapat menjadi model bagi negara berkembang lain yang ingin lepas dari jerat ketergantungan pada sistem keuangan Amerika Serikat.


Referensi Artikel:



Sumber Youtube:  CNN Indonesia, 22 Apr 2025 13:45. AS Protes Kebijakan QRIS dan GPN Indonesia.