Gelombang PHK TikTok Shop Pascamerger: Pangkas Ratusan Pekerja di Indonesia

Notification

×

Gelombang PHK TikTok Shop Pascamerger: Pangkas Ratusan Pekerja di Indonesia

02/06/2025 | Juni 02, 2025 WIB Last Updated 2025-06-01T18:16:11Z

Platform,E-Commerce,Live Shopping,TikTok Shop,UMKM

Jakarta, 2 Juni 2025 – TikTok Shop, platform e-commerce milik ByteDance Ltd., dikonfirmasi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap ratusan karyawan di Indonesia. 
 
Langkah tersebut merupakan bagian dari restrukturisasi pascamerger dengan Tokopedia senilai US$1,5 miliar yang finalisasi pada awal 2024.   Gelombang PHK tahap lanjut diprediksi terjadi Juli 2025, mempercepat penyusutan tim dari 5.000 menjadi 2.500 karyawan.


Divisi dan Dampak Langsung

Pemangkasan tenaga kerja menyasar karyawan di berbagai divisi kritis:

  • Logistik dan Pergudangan: Efisiensi rantai pasokan pascaintegrasi operasi.

  • Pemasaran dan Operasional: Konsolidasi strategi promosi pascamerger.

  • Tim Teknis: Penyesuaian struktur akibat duplikasi peran dengan Tokopedia.


Timeline PHK dan Merger TikTok Shop-Tokopedia


Periode Peristiwa Jumlah Karyawan
Awal 2024 Finalisasi Merger 5.000
Mei-Juni 2025 PHK Tahap 1 3.500 (estimasi)
Juli 2025 (Rencana) PHK Tahap 2 2.500


Pernyataan Resmi dan Analisis Strategis

Juru bicara TikTok menyatakan langkah ini sebagai bagian dari evaluasi rutin kebutuhan bisnis:

"Kami secara teratur menilai kebutuhan bisnis dan membuat penyesuaian untuk memperkuat organisasi serta layanan pelanggan. Investasi di Tokopedia dan Indonesia tetap berjalan demi pertumbuhan berkelanjutan".

Namun, sumber internal mengungkapkan PHK massal dipicu oleh:

1.  Tekanan Regulasi:  Pemerintah Indonesia memberlakukan aturan ketat untuk melindungi UMKM dan mencegah monopoli asing, memaksa TikTok merombak operasi.
2.  Persaingan Sengit:  Dominasi Shopee (Sea Ltd.) dan Lazada (Alibaba) di pasar e-commerce Indonesia memicu efisiensi radikal.
3.  Efisiensi Pasca-Akuisisi: Duplikasi fungsi antara TikTok Shop dan Tokopedia memicu rasionalisasi sumber daya.

Dampak Regulasi dan Peringatan KPPU

Badan Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti risiko monopoli pascamerger, memaksa TikTok Shop berkomitmen untuk:

1.  Tidak melakukan "self-preferencing" (mengutamakan produk sendiri).
2.  Memberi kebebasan memilih logistik dan pembayaran.
3.  Menghindari predatory pricing (penetapan harga predator).


Respons Pekerja TikTok Shop dan Proyeksi Ke Depan

Gelombang PHK memicu kekhawatiran di kalangan pekerja digital Indonesia. Meski TikTok menjanjikan investasi lanjutan, para analisis mempertanyakan keberlanjutan model bisnisnya di tengah:

  • Pengetatan Anggaran: PHK menyusul laporan peningkatan biaya operasional merger.

  • Transformasi Operasional: Integrasi Seller Center untuk Tokopedia dan TikTok Shop belum sepenuhnya menyerap tenaga kerja terdampak.


Proyeksi Pascarestrukturisasi

Dengan penyusutan tim hingga 50%, fokus TikTok Shop ke depan akan bergeser ke:

  • Otomasi Layanan: Penggunaan AI untuk layanan pelanggan dan logistik.

  • Efisiensi Digital: Optimalisasi fitur Integrated Seller Center yang uji coba selama Ramadhan 2025 berhasil meningkatkan penjualan UMKM hingga 10x.

  • Ekspansi Terkendali: Investasi selektif pada sektor dengan ROI tinggi, seperti teknologi AR/VR untuk live shopping.



Laporan Investigasi:

  • Bloomberg: PHK massal bagian dari strategi global ByteDance menekan biaya operasional di pasar berkembang.

  • KPPU: Pasca-PHK, TikTok Shop wajif transparan dalam kebijakan algoritma untuk mencegah diskriminasi terhadap UMKM.

Gelombang PHK TikTok Shop mencerminkan dinamika e-commerce Indonesia pascakonsolidasi: di satu sisi mendorong efisiensi, di sisi lain memicu ketidakpastian tenaga kerja.  Keberhasilan strategi ini akan diuji melalui kemampuannya menyeimbangkan tekanan regulasi, persaingan pasar, dan komitmen terhadap UMKM lokal.


Sumber:
  1. Kompas.com (1 Juni 2025):  "TikTok Shop Dikabarkan PHK Massal Karyawan".

  2. Bisnis.com (30 Mei 2025):  "Kabar PHK Massal TikTok Shop, Ratusan Karyawan di Indonesia Disebut Terdampak Juli 2025".