Ojekkoe Rp2.500/Hari: Model Bisnis Aneh yang Bikin Investor Kabur

Notification

×

Ojekkoe Rp2.500/Hari: Model Bisnis Aneh yang Bikin Investor Kabur

04/06/2025 | Juni 04, 2025 WIB Last Updated 2025-06-06T06:18:17Z

Ojekkoe Rp2.500/Hari

Fenomena Ojekkoe dan Bom Waktu Investasi


Ojekkoe muncul dengan tawaran menggiurkan: investasi Rp2.500/hari untuk "kepemilikan" sepeda motor ojol.  Klaim pengembalian 300% dalam setahun ini membanjiri media sosial.  


Namun, analis pasar modal segera mencium masalah yaitu model tanpa dasar akuntansi transparan, ketiadaan aset fisik terdokumentasi, dan laporan keuangan fiktif. 


Bisnis ini hanyalah puncak gunung es dari gejala kerapuhan pasar modal Indonesia yang memicu pelarian dana asing besar-besaran.


Keanehan Model Bisnis Ojekkoe yang Mengancam Stabilitas Pasar


Harga Tidak Realistis & Imbal Hasil Fantastis

Investasi Rp2.500/hari dijanjikan mampu memiliki motor senilai Rp20 juta dalam 100 hari.  Padahal, Return on Investment (ROI) sehat di sektor transportasi maksimal 15-20%/tahun.  


Perhitungan Ojekkoe melampaui batas wajar dan mengabaikan variabel biaya operasional, pajak, dan depresiasi aset.


Perbandingan Profitabilitas Ojekkoe

Instrumen ROI Wajar ROI Ojekkoe
Saham Blue-Chip 7-10%/tahun 300%/tahun
Obligasi Pemerintah 6-8%/tahun -
Reksadana 5-12%/tahun -


Ojekkoe gagal menunjukkan payback period (periode balik modal) yang terukur.  

  • Tidak ada dokumen legal kepemilikan motor.
  • Perjanjian dengan mitra ojol (audit pendapatan harian).


Berbeda dengan perusahaan BUMN seperti Danantara yang mendapat sorotan pasar karena struktur manajemennya, Ojekkoe sama sekali tak transparan.


Inkonsistensi Laporan Keuangan Ojekkoe

Pengajuan "laba" ke investor tidak melalui proses akuntansi standar (Omset - COGS - Biaya Operasional = Laba Bersih).  Aliran dana bersifat piramida: uang investor baru dipakai membayar "laba" investor lama.


Dampak Sistemik Ojekkoe: Investor Kabur, Pasar Saham Tertekan


Pelarian Modal Asing

Sejak awal 2025, dana asing keluar dari Indonesia mencapai Rp15,15 triliun.  Dalam sehari (25/2/2025), arus net sell asing tembus Rp3,47 triliun – salah satu pemicunya adalah ketidakpercayaan terhadap model bisnis "abnormal" seperti Ojekkoe.


Penurunan Peringkat Saham 

Morgan Stanley menurunkan peringkat saham Indonesia ke underweight, memperparah sentimen negatif investor global.


Erosi Kepercangan Ritel Domestik 

Menurut Guru Besar UI Budi Frensidy, ketidaktransparan pasar dan maraknya skema investasi ilegal membuat investor beralih ke kripto atau obligasi. IHSG pun terjebak di level 7.000-an.


"Ketika pasar dijejali model bisnis fiktif seperti Ojekkoe, yang rugi bukan cuma investor korban.  Seluruh ekosistem keuangan Indonesia ikut hancur."

– Felix Darmawan, Analis Panin Sekuritas.


Tindakan Otoritas & Rekomendasi untuk Investor

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis 97 fintech lending legal dan memberantas 770 pinjol ilegal sepanjang 2025.  Ojekkoe masuk daftar ilegal karena tak berizin.


Strategi Perlindungan Investor:

  • Verifikasi legalitas perusahaan terdaftar di OJK atau memiliki izin usaha jelas.
  • Hindari janji ROI tinggi dengan iming-iming Imbal hasil >20%/tahun patut dicurigai sebagai skema Ponzi.
  • Model bisnis harus bisa diaudit publik, termasuk laporan keuangan bulanan.


Belajar dari Ojekkoe, Membangun Ekosistem Investasi Berkelanjutan

Kasus Ojekkoe bukan sekadar penipuan biasa.  Ia adalah cermin kerentanan literasi keuangan masyarakat dan lemahnya pengawasan instrumen investasi alternatif. 


Untuk memulihkan kepercayaan investor, dibutuhkan:

  • Edukasi masif tentang mekanisme investasi sehat (misal: saham, obligasi, reksadana).
  • Kolaborasi BEI-OJK-Kemendag dalam memblokir iklan investasi ilegal di platform digital.
  • Sanksi berat bagi pelaku skema bodong berbentuk denda minimal Rp10 miliar dan pidana.


Sumber