China, sebagai negara dengan populasi terbesar kedua di dunia, terus menghadapi tekanan krisis lahan pertanian akibat urbanisasi dan alih fungsi lahan.
Untuk menjawab tantangan ini, pemerintah dan pelaku industri mengembangkan pertanian vertikal berbasis Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan (AI) sebagai solusi inovatif.
Teknologi tersebut tidak hanya meningkatkan efisiensi produksi, tetapi juga membuka peluang baru dalam ketahanan pangan nasional.
Integrasi IoT dan AI dalam Pertanian Vertikal
Pertanian vertikal di China mengadopsi sistem cerdas yang menggabungkan sensor IoT, analisis big data, dan algoritma AI untuk memantau kondisi tanaman secara real-time.
Contohnya, di Desa Shuanglou, Kota Bozhou, petani muda Jiao Rui menggunakan teknologi ini untuk:
- Mengoptimalkan irigasi
- Pemupukan
- Pengendalian hama.
Hasilnya, efisiensi produksi meningkat signifikan tanpa perlu lahan luas.
Salah satu terobosan terbaru adalah pertanian vertikal robotik 20 lantai di Chengdu, yang dikembangkan oleh Institute of Urban Agriculture (IUA).
Fasilitas ini menggunakan robot AI dan lampu LED khusus untuk menyesuaikan spektrum cahaya sesuai kebutuhan tanaman.
Sistem pertanian vertikal robotik 20 lantai mampu memanen selada dalam 35 hari—lebih cepat 50% dibandingkan metode tradisional—berkat kombinasi cahaya merah, biru, dan inframerah yang diatur AI.
Studi Kasus: Efisiensi dan Inovasi Pertanian Vertikal China
1. Pabrik Sayur Otonom Chengdu
Pertanian vertikal ini dilengkapi 1.300 kombinasi cahaya LED untuk 72 jenis tanaman. Robot AI mengelola seluruh proses dari penanaman hingga panen, mengurangi ketergantungan pada tenaga manusia.
2. HX Agriculture
Perusahaan ini menggabungkan rumah kaca dengan pertanian vertikal, menggunakan sistem irigasi otomatis dan pencahayaan presisi.
Teknologi mereka telah membantu petani lokal meningkatkan hasil panen sayuran organik hingga 30%.
Dukungan Pemerintah China dan Proyeksi Pasar
Pemerintah China aktif mendorong pertanian vertikal melalui Rural Revitalization Strategic Plan, termasuk insentif finansial dan pengembangan taman teknologi pertanian.
Pada 2027, pasar pertanian vertikal China diproyeksikan mencapai 56,08 miliar yuan (sekitar Rp 130 triliun), dengan fokus pada sayuran hijau dan stroberi.
Selain itu, Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan China memasukkan bioteknologi dan AI sebagai prioritas dalam rencana strategis 2024–2028.
Langkah tersebut sejalan dengan target swasembada pangan dan pengurangan impor bahan pokok. Meski menjanjikan, adopsi teknologi ini masih terkendala biaya tinggi untuk energi dan infrastruktur.
Contohnya, konsumsi energi di pertanian vertikal mencapai 20–50% dari total biaya operasional.
Namun, kolaborasi antara perusahaan swasta (seperti Tencent dan Alibaba) dengan institusi penelitian diharapkan menciptakan solusi lebih terjangkau.
Dengan kombinasi IoT, AI, dan dukungan kebijakan, China menegaskan posisinya sebagai pionir revolusi pertanian modern—sebuah langkah krusial untuk mengamankan masa depan pangan global.
Sumber:
- Pertanian Vertikal Robotik 20 Lantai di Chengdu – Bharata Radio Online.
- Strategi HX Agriculture dan Proyeksi Pasar – iGrow News.
- Kebijakan Pemerintah dan Integrasi AI – South China Morning Post.