Dalam geliat industri transportasi online Indonesia, layanan berbasis syariat Islam sempat dianggap sebagai angin segar.
Namun, realitas menunjukkan bahwa Ojek Syar'i (Ojesy) dan sejenisnya justru menjadi episentrum kegagalan akibat masalah keberlanjutan operasional dan model bisnis.
Data terbaru mengungkap bahwa setidaknya 4 dari 9 aplikasi ojek online yang bangkrut adalah layanan bernuansa agama atau spesifik gender, termasuk Ojesy yang fokus pada layanan syar'i untuk perempuan dan anak-anak.
Ojesy (Ojek Syar'i)
Layanan ini berambisi menjadi solusi transportasi sesuai syariat Islam dengan fokus pada perempuan dan anak-anak.
Namun, model bisnisnya gagal mencapai keberlanjutan ekonomi. Tanpa skema pendanaan yang jelas dan inovasi teknologi, Ojesy akhirnya menghentikan operasinya.
Ladyjek
Konsep "pengemudi dan penumpang perempuan" sempat menjadi daya tarik. Sayangnya, mereka terjebak dalam perang harga dengan pemain besar, ditambah masalah teknis seperti bug aplikasi dan armada terbatas yang berujung pada kebangkrutan.
Zendo: Harapan Baru dengan Tantangan Lama
Zendo mengandalkan teknologi rendah biaya dengan memanfaatkan WhatsApp sebagai platform pemesanan dan mengandalkan ekosistem wakaf untuk mendanai operasionalnya.
Namun, Zendo masih bergulat dengan masalah klasik yaitu skalabilitas terbatas (baru 700 mitra vs jutaan mitra Gojek/Grab) serta ketergantungan pada pendanaan sosial yang fluktuatif.
Akar Masalah Ojol Syar'i
Layanan syar'i memiliki model bisnis yang tidak kompetitif sering kali mengorbankan efisiensi bisnis demi prinsip agama.
Sebagai contoh misalnya Ojekkoe (non-syar'i) gagal karena memberikan 100% pendapatan ke pengemudi tanpa margin perusahaan dan Zendo menghapus biaya admin namun bergantung pada subsidi wakaf—model yang sulit direplikasi luas.
Potongan hingga 50% oleh aplikator besar (melanggar aturan maksimal 20% dalam Kepmenhub KP 1001/2022). Kemudian juga status "mitra" membuat pengemudi kehilangan jaminan sosial, upah tetap, dan posisi tawar.
Fokus pada segmen spesifik (perempuan, anak-anak, atau umat Islam) membatasi basis pengguna dan mitra pengemudi (target pasar terlalu sempit). Ladyjek dan Ojesy adalah bukti bahwa niat baik tak cukup tanpa pasar yang memadai.
Solusi untuk Masa Depan Ojol Syar'i
Integrasi Model Hybrid
Kolaborasi dengan Pemerintah
Inovasi Teknologi Rendah Biaya
Refleksi: Bisnis Syar'i Bukan Hanya Soal Label
Dalam Islam, hubungan kerja diatur melalui akad ijarah (sewa jasa) yang menjamin kejelasan upah, jenis pekerjaan, dan hak pekerja.
Tanpa hal tersebut, layanan syar'i hanya akan menjadi romantisme agama yang terjebak dalam kubangan kapitalisme platform.
"Ketika perusahaan mengatasnamakan syar'i tetapi abai terhadap keadilan ekonomi bagi pengemudi, mereka telah gagal menerjemahkan substansi Islam."— Analisis Model Ijarah dalam Kitab An-Nizham al-Iqtishadiy fil Islam.
- Merdeka: "Daftar Aplikasi Ojek Online yang Bangkrut di Indonesia".
- Kompasiana: "Zendo, Harapan di Tengah Kontroversi".
- Muslimah News: "Nasib Ojol, Status Kerja Tidak Pasti".