Nasib OjekArgo: Tak Perlu Daftar Akun, Tapi Juga Tak Punya Pengguna Setia

Notification

×

Nasib OjekArgo: Tak Perlu Daftar Akun, Tapi Juga Tak Punya Pengguna Setia

04/06/2025 | Juni 04, 2025 WIB Last Updated 2025-06-06T06:18:28Z

Platform,Ojek Online (Ojol),OjekArgo,Grab,Gojek,UMKM

Lanskap Transportasi Indonesia

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 18.000 pulau dan 108.000 km garis pantai, memiliki tantangan transportasi yang unik. 


Dalam ekosistem ini, ojek (taksi sepeda motor) telah lama menjadi tulang punggung mobilitas harian, terutama di kawasan perkotaan yang padat dan wilayah terpencil. 


Kemunculan platform seperti Grab dan Gojek—yang kini menguasai 90% pasar transportasi online—telah mengubah pola konsumsi masyarakat.  Platform ini tidak hanya menawarkan transportasi, tetapi juga ekosistem pembayaran digital dan layanan on-demand . 


Di tengah dominasi raksasa digital ini, OjekArgo bertahan dengan model tradisional: 

  • Tanpa aplikasi.
  • Tanpa pendaftaran akun.
  • Bertransaksi secara tunai.


Kelebihan OjekArgo: Kesederhanaan yang Membelah Dua Sisi

Target Demografi menjadi solusi bagi populasi yang terkendala literasi digital—seperti lansia, pekerja informal, dan masyarakat pedesaan—di mana hampir 50,6% populasi Indonesia masih berpenghasilan di bawah $4/hari.


Pelanggan OjekArgo cukup memberi tahu tujuan, lalu tawar-menawar harga secara lisan tanpa melalui in-app pricing.   Pendapatan 100% milik driver tanpa pemotongan komisi platform (bisa mencapai 15-20% di Grab/Gojek).


OjekArgo tidak ada sistem rating atau reward-punishment algoritmik yang memaksa driver online bekerja 10-12 jam/hari untuk mempertahankan akun.


Ketahanan di Daerah "Blank Spot" Digital

Di kawasan seperti Papua, Maluku, atau pedalaman Kalimantan—di mana jaringan internet terbatas—OjekArgo tetap menjadi pilihan vital.


Mengapa OjekArgo Kehilangan Pengguna Setia?

OjekArgo tidak memiliki fitur real-time tracking, e-payment, atau jaminan keamanan seperti emergency button yang menjadi standar layanan aplikasi.  Minim transparansi harga berpotensi memicu konflik antara driver dan penumpang.


Generasi muda Indonesia (60% populasi usia 16-40 tahun) mengandalkan layanan all-in-one seperti Gojek (transportasi, e-wallet, belanja).  OjekArgo terpinggirkan karena tidak terintegrasi dengan ekosistem ini.


Riset pada 2019 menunjukkan bahwa driver aplikasi di Indonesia membentuk komunitas mutual aid—seperti kelompok forum Grab Bike (forgab)—untuk berbagi informasi dan menggalang aksi protes.


OjekArgo, yang bekerja secara individual, tidak memiliki wadah kolektif untuk memperjuangkan insentif atau kebijakan pemerintah.


Tantangan Eksternal: Tekanan Regulasi dan Persaingan

Regulasi PM No. 108/2017 melegalkan transportasi online sekaligus meminggirkan ojek tradisional dari akses izin resmi.   


Grab telah merambah 100 kota dari Aceh hingga Papua, menawarkan bonus registrasi driver hingga Rp 2 juta, sesuatu yang tak bisa ditandingi OjekArgo.


Driver aplikasi yang tergabung dalam serikat seperti Serikat Pekerja Dirgantara dan Transportasi (SPDT FSPMI) kerap di-deactivate akunnya bila protes—tapi OjekArgo bahkan tak punya akun untuk diperjuangkan.


Masa Depan OjekArgo: Adaptasi atau Punah?

Studi kasus perpustakaan di Indonesia relevan di sini seperti upaya rebranding perpustakaan yang berhasil mengubah citra "kuno" menjadi ruang kreatif melalui social media engagement dan layanan digital, untuk itu OjekArgo perlu:


Kolaborasi Teknologi Terbatas

Memadukan model cash-based dengan fitur dasar seperti SMS-based booking atau kerja sama dengan UMKM untuk drop point.


Membangun Jaringan Mutual Aid

Mencontoh kesuksesan komunitas driver online yang menggunakan jaringan horizontal untuk asuransi kesehatan swadaya atau pelatihan keselamatan berkendara.


Posisikan Diri sebagai "Anti-Algoritma"

Menjual nilai human interaction dan kebebasan dari tekanan rating sebagai unique selling point bagi segmen pasar spesifik.


Perbandingan Model Layanan OjekArgo vs. Transportasi Online


Aspek OjekArgo Grab/Gojek
Pendaftaran Tanpa akun Wajib registrasi & verifikasi
Pembayaran Tunai E-wallet/Kartu
Kontrol Harga Tawar-menawar lisan Algoritma dinamis
Akuntabilitas Minim pelaporan masalah Ada customer service 24 jam
Komunitas Individual Jaringan mutual aid & serikat


OjekArgo adalah simbol resistensi terhadap homogenisasi digital.  Namun, data menunjukkan bahwa tanpa adaptasi, ia akan terdesak ke wilayah yang semakin sempit ke daerah terpencil dan segmen demografi terpinggirkan. 


Kunci survival-nya terletak pada hybridisasi dengan mempertahankan kesederhanaan sambil mengadopsi elemen teknologi rendah dan kolektivitas.  


Seperti perpustakaan yang berhasil rebranding dengan memanfaatkan media sosial, OjekArgo bisa bertahan jika mau merangkul perubahan tanpa kehilangan jati diri.

Sumber: